Berani Mengkritik Diri Sendiri

 

Melihat dan membaca berita pada pekan ini tentang beberapa artis dan klub sepakbola berbondong-bondong menghadapi pemeriksaan Bareskrim Polri dalam kasus investasi bodong berkedok Robot Trading via aplikasi DNA Pro Academy, apa yang menarik untuk kita pikirkan? Mencari uang dengan cara yang mudah dan cepat namun kemudian tersesat masih menjadi magnet yang sangat kuat, meskipun teknologi memberikan layanan “informasi dalam genggaman” yang menyajikan begitu masif referensi dan knowledge terkait trading. Memilah dan memilih dari beragam informasi tersebut menjadi kurang penting karena semangat yang terlalu tinggi untuk mengikuti success story trader yang lebih dahulu berhasil.

Dunia dengan perubahan sangat cepat dan tuntutan yang tinggi untuk mengikuti kemajuan teknologi, memungkinkan kita terbawa suasana sehingga mengabaikan nilai hidup.Apa sebenarnya tujuan hidup kita? Apakah sesuatu yang saat ini sedang kita perjuangkan dengan sungguh-sungguh masih relevan dengan nilai-nilai kehidupan yang kita yakini? Kemajuan teknologi membuat segala sesuatu terlihat mudah dan mungkin dicapai. Disinilah penting dan perlu untuk mengkritik diri sendiri.

Mengkritik diri sendiri yang dimaksudkan disini bukanlah “Self-Criticism” yang cenderung menjadikan kelemahan, kesalahan dan kekurangan sebagai tempat kita berlindung ketika gagal untuk memenuhi harapan diri sendiri ataupun orang lain. Perilaku orang tua yang otoriter, over protektif dan ekspektasi yang terlalu tinggi (perfeksionis) terhadap anak, mungkin menyebabkan seseorang menjadi rendah diri, merasa tidak mampu dan takut berbuat kesalahan (mengkritik diri secara negatif). Kritik diri sendiri secara tepat perlu supaya sesuatu yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh (sampai mempertaruhkan waktu, dana, pikiran dan perhatian terhadap diri sendiri dan keluarga) masih berjalan dalam rel yang benar. Mengkritik diri sendiri untuk tidak hanyut dan terbawa suasana, agar tetap mampu menghubungkan tujuan dan nilai hidup dengan semangat perjuangan kita itulah yang sedang dibahas disini.

Menariknya setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, artis Ivan Gunawan mengatakan akan lebih selektif pilih endorsement (Kompas, 15/04/2022). Langkah bijak ini seperti menegaskan bahwa tawaran dengan nilai uang yang menggiurkan sangat mungkin menyebabkan kita kurang hati-hati dan melonggarkan selektifitas yang seharusnya kita jaga dan terapkan disemua bidang kehidupan. Ini mengingatkan sebuah umpama orang Batak yang mengatakan:

 

“Molo tonggi unang pintor binondut

Molo paet unang pintor niutahon

Molo risi-risi unang pintor tapasiding

Molo lamot-lamot unang pintor nigulut

Molo metmet unang pintor ditadingkon

Molo baltuk unang pintor nigomak”

 

Yang jika di terjemahkan kurang lebih bermakna:Jika sesuatu terlihat manis dan enak jangan langsung kita telan/rebut, tetapi jika terlihat pahit langsung kita muntahkan/tinggalkan. Karena sesungguhnya yang manis bisa menjadi penyakit dan berakhir “pahit”, sebaliknya yang pahit bisa menjadi obat dan berakhir “manis”. Benarkah sesuatu yang kita perjuangkan saat ini sesuai nilai/tujuan hidup? Apakah dalam menjalankan aktivitas yang tinggi (hectic), keluarga masih menjadi prioritas? Apakah bersyukur dan menyadari bahwa semua pencapaian semata anugerah dan rahmat Tuhan masih mengalahkan ego dan superioritas kita?

Ada banyak orang yang berjuang sangat keras sampai berdarah-darah untuk mencapai sebuah “keberhasilan” sampai melupakan bagaimana bersyukur, menikmati hidup dan mengabaikan keindahan hubungan sebuah keluarga. Menghadapi kondisi Pandemi saat ini kita memang harus memiliki jiwa dan semangat “petarung”, perubahan yang serba cepat dan mendasar memaksa untuk mampu beradaptasi dengan baik. Petarung memang harus “berdarah-darah” tetapi menjaga keseimbangan antara hasil dengan nilai dan tujuan hidup adalah juga sebuah keniscayaan.

Sebuah keberhasilan sejatinya akan lebih indah jika berasal dari perjuangan. Setiap orang yang telah berjuang layak diganjar dengan keberhasilan dan pencapaian yang tinggi. Tetapi kita harus berhati-hati, jangan sampai perjuangan yang sunguh-sungguh secara perlahan dan tanpa sadar telah berubah menjadi “ngoyo”. Ngoyo (berasal dari bahasa Jawa) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: memaksakan diri melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan kemampuan, kondisi, dan waktu. Semangat untuk meraih sesuatu yang lebih baik seringkali membuat kita memaksakan diri untuk kemudian tersandung jatuh dan membutuhkan energi yang lebih besar untuk dapat bangkit kembali. Dalam perjuangan, sejenak berhenti, menarik nafas dan merenung sembari bertanya kepada diri sndiri bukan hanya membuat kita lebih waspada, tetapi juga beroleh energi baru yang lebih segar untuk dapat melanjutkan kembali.

Sungguh tepat sebuah umpama orang tua terdahulu dalam bahasa Batak yang menyatakan: “Pasu-pasu nagodang ima roha nasonang”. Sesungguhnya pencapaian terbesar, berkat terindah dari Sang Pencipta adalah ketika hati dipenuhi dengan damai dan sukacita setelah menuntaskan perjuangan kita.

Ilustrasi Mengkritik Diri Sendiri (pixabay.com)


0 Response to "Berani Mengkritik Diri Sendiri"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel