Manjalo Jambar Rade Alai Manghutti Tandok Bakkol
Manjalo
Jambar atau menerima sesuatu yang menguntungkan bagi sebagian orang tanpa pikir
panjang akan langsung diterima dengan tangan terbuka, tetapi sebaliknya di saat
yang sama dibarengi dengan konsekuensi Manghutti Tandok (sesuatu yang
membutuhkan tenaga dan usaha/effort),
seketika berbalik badan untuk menolak dan menghindar.
Jika kita
amati dengan seksama, dalam banyak aktivitas/komunitas sering kali kita
menemukan seseorang dengan tabiat mau enaknya saja, tapi tidak untuk resikonya.
Sebagai contoh, seorang pejabat yang dengan bangganya ketika dilantik, jahit
baju baru, buat acara syukuran dan pada gajian bulan berikutnya menerima
tunjangan jabatan. Tetapi ketika pekerjaan membutuhkan totalitas dan kerja
keras seperti halnya berurusan dengan eksternal atau resiko menghadapi aparat
penegak hukum (APH) tidak siap dan memilih menghindar dengan segala cara.
Inilah gambaran orang yang termasuk kategori “Manjalo Jambar Rade, Manghutti
Tandok Bakkol”.
ManjaloJambar (Bahasa Batak Toba) berarti menerima bagian sebagai akibat posisi kita
secara adat. Semakin tinggi posisi adat, semakin tinggi/besar nilai bagian yang
kita terima. Manghutti Tandok artinya meletakkan sebuah sumpit berisi beras
diatas kepala, dan membawanya sambil manortor (menari). Jadi jika diterjemahkan
secara langsung, judul diatas bermakna: “Menerima bagian sigap, menghadapi resiko/menerima konsekuensi malas".
Ada begitu
banyak dampak ketika seseorang yang memiliki sifat seperti ini secara kebetulan
berada dalam lingkungan atau komunitas yang sama dengan kita. Ketika menerima
imbalan atau hadiah, semua seperti berlomba menjadi yang pertama dan terdepan.
Sebaliknya ketika dihadapkan pada pekerjaan yang menuntut usaha lebih
terkait dengan posisi sosial/jabatan sedapat mungkin dihindari/paling pintar
mencari alasan (ngeles). Kepribadian yang tidak menyenangkan dan menyurutkan
semangat. Orang seperti ini tidak memberikan respon yang membangun/kawan
seperjalanan yang menjengkelkan.
Dalam sebuah
organisasi, baik itu pekerjaan dan komunitas sosial pribadi seperti ini akan
mengakibatkan: “mate-mate naburju” (orang baik yang ditindas/dieksploitasi).
Ketika organisasi menghadapi tantangan dan permasalahan dan semua orang
berlomba menghindar, maka untuk pertimbangan kebaikan biasanya orang baiklah
yang akan menghadapi dan menyelesaikannya. Tanpa disadari terciptalah kondisi
dimana orang baik seolah-olah tidak berdaya dan dipaksa untuk melakukan sesuatu
yang mayoritas orang lain tidak mau/mungkin juga tidak mampu.
Yang paling
buruk ketika pimpinan dalam organisasi memiliki sifat dan kepribadian seperti
ini. Bukan hanya berdampak dimana orang baiklah yang akan bekerja keras, tetapi
juga “semangat kerja tim” semakin lama semakin surut dan menghilang. Pemimpin
seperti ini hanya mau “terima bersih” dan cenderung seremonial. Dia tidak mau
perduli dengan proses dan kerja keras, tetapi hanya ingin tampil ketika
“gunting pita”. Pemimpin yang malas membaca/belajar apalagi terlibat dalam
detail pekerjaan tetapi menuntut respek dan kerja keras/totalitas bawahan.
Manjalo
Jambar Berbanding Lurus Dengan Manghutti Tandok
Dalam sebuah
acara adat Batak Jambar dan Tandok adalah dua buah kelengkapan/atribut yang
tidak bisa dipisahkan. Tidak pernah terjadi pesta adat, dimana Jambar dan
Tandok ditiadakan, karena keduanya bukan hanya persoalan materi/benda, tetapi filosofi
yang kuat dan dalam yang mendasarinya. Jambar adalah pemberian kepada para
raja/orang yang kita hormati sedang Tandok adalah kewajiban dimana para istri
raja mengangkat beras untuk diberikan sebagai simbol doa permohonan kemakmuran
bagi orang yang mengundangnya. Selaras dengan doa/berkat yang kita terima dari
orang yang kita hormati yang dilambangkan dengan padi/beras, kita memberikan
balasan berupa potongan daging/bagian atas hewan yang disembelih.
Idealnya
dalam kehidupan ada hak dan kewajiban, ketika kita berani menerima sesuatu yang
menjadi hak seharusnya jangan melupakan kewajban. Kita berhak menerima
penghargaan/reward sebagaimana kita
memberikan pelayanan/service. Dalam
kehidupan bermasyarakat dimana kita hidup dalam kumpulan orang banyak,
penegasan hak dan kewajiban ini harus lebih mudah dipahami sehingga tidak
berjalan sesuai dengan persepsi sendiri-sendiri.
Yang menjadi
sulit adalah ketika kewajiban mengenai hak dan kewajiban tidak semuanya diatur secara
hukum Negara. Hukum adat memang kuat tetapi tidak punya perangkat untuk
menghukum orang yang hanya mau mendapatkan hak tetapi melupakan kewajibannya.
Permasalahan sosial yang hanya diperdulikan orang-orang yang sadar betapa
pentingnya menjaga keseimbangan Jambar dan Tandok. Perilaku yang lebih
berhubungan dengan karakter dan pola pendidikan dalam keluarga.
Yang berkesempatan menjadi pemimpin dituntut menjadi orang yang memastikan bahwa Manjalo Jambar dan Manghutti Tandok harus terjadi secara timbal-balik (seimbang). Hal ini mewajibkan pimpinan bukan hanya tidak memiliki sifat dan kepribadian Manjalo Jambar Rade, Manghutti Tandok Bakkol tetapi juga menjadi teladan. Pendidikan dan pengajaran terbaik terjadi ketika kesepakatan dan petuah para pimpinan bukan hanya dibicarakan tetapi juga dilaksanakan.
0 Response to "Manjalo Jambar Rade Alai Manghutti Tandok Bakkol"
Post a Comment