Mendidik Anak Menjadikan Pekerjaan Sebagai Passion

Pekerjaan yang dilakukan dengan suka dan cinta
Ilustrasi Pekerjaan Sebagai Passion, Pixabay.com

Mendidik Anak Menjadikan Pekerjaan Sebagai Passion. Banyak orang berpikir bahwa passion adalah sesuatu pekerjaan yang kita sukai (hobby) dan menggelutinya seakan tanpa tantangan dan perjuangan.

Hal tersebut  menyebabkan ketika seseorang menemukan kendala dan situasi yang menurutnya tidak kondusif dalam satu bidang pekerjaan, kemudian memutuskan untuk pindah dan mencari tempat yang baru. Proses perpindahan itu akan terus berulang karena sejatinya setiap karir membutuhkan proses dan tantangan.

Ketekunan dan perjuangan yang lahir dari kecintaan terhadap bidang pekerjaan akan memampukan seseorang tetap bertahan dan tetap melakukan yang terbaik meskipun menghadapi kondisi yang tidak kondusif dan banyak rintangan.

Ketika situasi mendukung dan segala sesuatu berjalan seperti yang diharapkan pun tidak otomatis menjadi kunci bahwa pekerjaan tersebut benar-benar passion-nya kita. Kecintaan kiita terhadap apa yang kita kerjakan seharusnya membawa kita kepada timbulnya kemampuan paling optimal dalam mengembangkan karya dalam dunia kerja.

Untuk meyakini pekerjaan yang kita bisa lakukan dengan suka dan cinta,  pemahaman yang baik terhadap potensi diri kita seharusnya menjadi dasar yang utama. Pengenalan potensi diri akan membawa kita kepada kemampuan mengenali bidang yang menjadi vokasi kita.

Vokasi (vocation) berakar dari kata dalam bahasa Latin “vocare” yang berarti: memanggil. Kita hanya bisa memaknai pekerjaan sebagai vokasi jika kita terpanggil untuk melakukan suatu pekerjaan dan tidak melakukannya hanya untuk diri sendiri tetapi sebagai pelayanan kepada pihak lain bahkan jika tidak dibayar sekalipun.

Mendidik Anak Menjadikan Pekerjaan Sebagai Passion Memerlukan Peran Orang Tua

Orang tua seharusnya menjadi pihak yang paling mengenal dan memahami minat, bakat dan potensi anak-anaknya. Pengembangan dan pematangan pengenalan diri dalam media pendidikan juga tak lepas dari peran keluarga.

Orang tua menjadi tempat bertanya dan memiliki konsep yang baik bagaimana seharusnya pekerjaan dilakukan. Pengalama hidup dan praktika dalam keluarga juga seharusnya menjadi role model dan teladan yang menginspirasi generasi selanjutnya.

Pengenalan yang baik dari orang tua akan membawa sang anak menemukan potensi terbaiknya. “Keluarga yang baik” juga akan menjadi fasilitator terbaik ketika memilih pendidikan yang tepat untuk mengembangkan kapasitas keilmuannya.

Dalam kenyataannya ada banyak orang tua yang tidak mampu menjadi fasilitator dan justru memperlakukan anak-anak sebagai aset yang harus meneruskan dan memperjuangkan “kerajaan” yang dibangunnya.

Ada banyak orang yang menempuh pendidikan dan bekerja tidak sesuai dengan bidang yang menjadi passion-nya karena orang tua yang memaksakan kehendak dan menitipkan cita-citanya kepada anak-anaknya.

Dalam hal ini orang tua telah gagal memaknai pekerjaan sebagai panggilan dan pelayanan kepada orang lain. Padahal pekerjaan yang bertujuan hanya sebagai sarana mencari uang sebagai tujuan sesungguhnya adalah penyembahan kepada berhala.

Orang tua seringkali dihadapkan pada pergumulan dilematis ketika memilih antara program studi yang diminati sang anak dengan jurusan yang secara empiris menjanjikan pekerjaan dengan penghasilan yang besar. Jurusan yang menjanjikan pekerjaan dengan penghasilan besar menjadi prioritas utama.

Dalam kondisi demikian seseorang sebenarnya masih dimungkinkan “berhasil”, tetapi mengerjakan sesuatu sebagai beban akan sampai kepada suatu titik jenuh dan potensi tampilnya kemampuan terbaik jelas menjadi lebih sulit.

Keluarga bukan hanya punya andil, tetapi menjadi pihak paling bertanggungjawab ketika seorang anak tidak berhasil menemukan potensi dirinya dan mengembangkannya sampai ke titik paling optimal.

Setiap Pekerjaan Adalah Panggilan, Sama Mulia dan Berharganya di Hadapan Tuhan

Banyak orang tua yang masih berpandangan pekerjaan sebagai semata status sosial. Apalagi jika sebelumnya dianggap cukup berhasil (dengan harta yang banyak) melalui pekerjaannya, cara hidup “paling nyaman dan bahagia” yang seharusnya diikuti generasi selanjutnya adalah dengan mengikuti jejak karirnya.

Banyak yang bingung dan menanggapinya dengan sinis ketika seorang anak memiliki cita-cita yang tidak biasa seperti: pemadam kebakaran atau masinis kereta api. Sikap seperti ini lahir dari pandangan yang menganggap pekerjaan tersebut kurang menjanjikan bahkan hina dan tidak berarti.

Ada cerita yang mengatakan seorang tua akan lebih senang anaknya di apelin oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan I dengan gaji sekitar 3 juta rupiah per bulan daripada ditaksir seorang “toke jengkol” dengan keuntungan penjualan 3 juta rupiah per minggu.

Jika semua orang menjadi PNS lantas kita akan makan apa ketika tidak ada orang yang mau menjadi petani. Ketika semua orang menjadi pejabat tinggi lantas siapakah yang akan menyediakan segelas kopi ketika tidak seorang pun mau menjadi office boy?

Sebuah kenyataan sebaliknya ada orang yang mampu bertahan berpuluh tahun hanya dengan menggeluti sebuah pekerjaan yang menurut penilaian survey tidak diinginkan banyak orang.

Orang yang menikmati pekerjaannya sebagai anugerah dan panggilan Tuhan akan menjalaninya dengan sepenuh hati meskipun bagi orang lain pekerjaan tersebut sesuatu yang harus dihindari.

Membayangkan harus bekerja sebagai dokter forensik atau pembersih mayat di rumah sakit saja akan membuat sebagian orang tidak bisa makan selama berhari-hari padahal pekerjaan itu sangat mulia.

Pasti ada rencana Tuhan ketika seseorang merasa  seperti “tercebur” dalam suatu pekerjaan. Meskipun awalnya bukan merupakan sesuatu yang di sukai tetapi tidak otomatis pindah kerjaan. Ketika akhirnya menyadari, bisa saja pekerjaan tersebut menjadi menarik dan menikmati setiap prosesnya.

Orang tua juga sudah seharusnya memandang pekerjaan sebagai aktualisasi dan pengembangan potensidiri  seorang anak dalam menjawab “panggilan” Tuhan. Hal inilah yang akan mendorong dan memungkinkan seorang bekerja seperti untuk Tuhan, bukan kepada bosnya semata. Mari Mendidik Anak Menjadikan Pekerjaan Sebagai Passion.

 

0 Response to "Mendidik Anak Menjadikan Pekerjaan Sebagai Passion"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel