Peneliti, Pekerjaan Sepenuh Hati

Peneliti, salah satu bidang pekerjaan yang menarik minat saya ketika terpilih menjadi seorang PNS. Namun perjalanan hidup menakdirkan saya lulus pertama sekali sebagai Analis Perizinan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Labuhanbatu. Pada waktu itu, Badan Penelitian dan Pengembangan belum ada dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah sebagai Organisasi Perangkat Daerah yang membidangi litbang belum membuka formasi peneliti.

Tawaran pertama sepertinya terbuka ketika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Peraturan Kepala (Perka) LIPI Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional Peneliti Melalui Penyesuaian/Inpassing memberikan kesempatan untuk beralih menjadi peneliti melalui inpassing di tahun 2017 (saya sudah bergabung dengan Badan Penelitian dan Pengembangan). Saya dan beberapa kawan-kawan sebenarnya berminat, namun terganjal prosiding. Sebagai orang yang awam dengan dunia penelitian, kewajiban prosiding karya ilmiah hasil penelitian sebagai salah satu persyaratan menjadi momok yang menyurutkan langkah kami pada waktu itu. Tidak lama setelah itu Perka LIPI Nomor 20 Tahun2019 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti pada Pasal 12 ayat (2) poin d mempersyaratkan Strata 2 (S2) menjadi syarat menjadi seorang peneliti, mimpi itu terkubur lagi.

Saya adalah pribadi yang beruntung ketika Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional di implementasikan. Saya menjadi peneliti atas kehendak Sang Maha Kuasa. Oleh karena penyetaraan maka pada akhir tahun 2021 banyak orang termasuk saya mendapatkan privilege menjadi peneliti tanpa melalui proses uji kompetensi dan pendidikan/pelatihan (diklat) pembentukan.

Peneliti, Kesempatan dan Tantangan

Anugerah menjadi peneliti memberikan kesempatan dan juga tantangan. Kesempatan untuk menjadi ASN seperti yang dirindukan dan tantangan untuk memenuhi standar kompetensi. Kewajiban untuk mengikuti/menyelesaikan pendidikan S2 dalam waktu 4 tahun menjadi salah satu perjuangan yang harus dihadapi dengan serius. Bukan hanya masalah biaya tetapi juga program studi (terkait bidang kepakaran dan anggaran penelitian) dan juga waktu untuk belajar. Biaya dan waktu belajar menjadi krusial karena di Kabupaten Labuhanbatu tidak terdapat kampus negeri atau swasta yang menyelenggarakan program studi S2 yang telah terakreditasi.

Tantangan lainnya adalah masa transisi dari struktural ke fungsional. Jabatan fungsional tertentu (JFT) hasil penyetaraan seperti “banci” karena harus merangkap 2 tugas pokok dan fungsi sekaligus (struktural dan fungsional). Hal yang juga tak kalah penting adalah Tim Penilai Angka Kredit yang berasal dari luar Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu. Bagaimana mencapai Hasil Kerja Minimal (HKM) atau seorang peneliti menjadi sesuatu yang masih kabur dan meraba-raba. Bagaimana menentukan unsur utama dan penunjang dapat terpenuhi ketika menghadapi uji portofolio masih menjadi sesuatu yang nun jauh disana. 

Karya Tulis Ilmiah (KTI) menjadi salah satu kompetensi penting untuk dapat meniti karir di jabatan fungsional terlebih seorang peneliti. Menembus jurnal dengan hasil penelitian sendiri menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diwujudkan secepatnya. Bersyukur pada tahun 2018 telah mengikuti Diklat Penulisan KTI di Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan LIPI di Serpong. Saatnya tinggal mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kurang lebih seminggu tersebut. 

Kondisi yang juga sangat mempengaruhi adalah belum diterapkannya Tunjangan Fungsional Peneliti. Hal ini memang harus menunggu regulasi selanjutnya yang mengatur tentang pembayaran tunjangan fungsional hasil penyetaraan. Meskipun menjadi peneliti (fungsional) bukan semata-mata berorientasi kepada uang, tetapi pembayaran tunjangan fungsional sesuai peraturan semestinya menjadi pengakuan dan motivasi untuk mempertanggungjawabkan jabatan yang kita emban.

Portofolio

Membaca dan menulis seharusnya menjadi habit seorang fungsional. Ada dua hal yang harus menjadi perhatian dalam hal ini: bahasa Inggris dan mengetik buta (blind typing). Menjadi peneliti menjadikan seseorang lebih representatif untuk menuangkan gagasan kepada publik. Gagasan bisa diwujudkan dalam beragam bentuk, seperti karya tulis ilmiah, artikel opini, buku dan masih banyak lagi.

Kesempatan menjadi peneliti bukanlah sebuah kebetulan dan merupakan anugerah yang harus disyukuri. Sang Maha Pencipta mengkreasi sebuah kesempatan dan menjawab doa tidak selalu sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Sebagai peneliti mendorong bahkan memaksa kita untuk keluar dari zona nyaman dan berani keluar dari dunia kita. Saya mencoba menjadikan peta jalan fungsional hasil penyetraan di daerah menjadi seorang peneliti yang sebenarnya dengan merangkumnya dalam poin-poin sebagai berikut:

  1. Segera persiapkan untuk studi lanjut (jika masih S1) dan pertimbangkan program studi yang akan dipilih karena sangat berkaitan dengan kepakaran dan keleluasaan meneliti. Sebab anggaran/bidang penelitian di Pemerintahan Daerah sangat terbatas.
  2. Mempelajari dengan tuntas Petunjuk Teknis menjadi seorang peneliti, HKM, Angka Kredit, Unsur Utama, Unsur Penunjang dan masih banyak lagi.
  3. Membangun portofolio, karya tulis baik di jurnal, artikel dan buku menjadi keharusan. Ketika hasil karya kita di publish, maka kita telah meninggalkan jejak sebagai peneliti.
  4. Bahasa Inggris adalah bahasa cinta bagi seorang periset. Dengan meningkatkan kemampuan bahasa Inggris kita telah menyesuaikan diri menjadi bagian dari komunitas riset.
  5. Berjejaring, dengan cara ini kita membuka mata dan pikiran seluas mungkin terutama bagaimana meningkatkan kompetensi dan kualitas hasil penelitian. Manfaatkan dengan maksimal keanggotaan Perhimpunan Periset Indonesia (PPI).
  6. Blind Typing, mungkin ini terlihat sepele tetapi seorang peneliti yang makanan sehari-hari termasuk menulis dan membaca maka mesin ketik adalah seperti wajan yang akan mengolah apa yang kita makan. Semua yang bisa untuk mendukung pekerjaan kita harus dipelajari.
  7. Self Study, cari dan ikuti program pembelajaran termasuk memanfaatkan media digital seperti webinar, pelatihan online, youtube baik yang gratis dan berbayar sepanjang hal tersebut menunjang profesi dan pekerjaan kita.

Tak ada yang mustahil jika yang diatas sudah berkehendak dan semesta mendukung. Jika orang lain bisa, kita juga harus bisa karena sama-sama manusia dan ciptaan Sang Maha Kuasa. Satu hal, untuk mencapai puncak dibutuhkan ketekunan orang bijak berkata: “proses tidak akan menghianati hasil”. Semangat berjuang.

Peneliti

Ilustrasi Peneliti (Pixabay.com)


0 Response to "Peneliti, Pekerjaan Sepenuh Hati"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel