Mangga Udang Layak Dipertahankan Sebagai Ikon Danau Toba
Salah satu yang paling di cari dan dirindukan ketika berkunjung ke Danau Toba selain keindahan alamnya adalah buah mangga. Mangga dengan ukuran kecil, kulit berwarna kuning cerah disertai totol-totol coklat dan rasanya manis legit ini hanya tumbuh di sekitar Danau Toba. Buah mangga (Mangifera Indica L.) yang bagi sebagian orang disebut Mangga Toba juga dinamakan Mangga Udang karena bentuknya mirip dengan udang. Meskipun tidak semua pesisir pantai Danau Toba beruntung dimana tumbuhan ini dapat berkembang dengan baik, namun hampir di setiap Kabupaten dan Kota yang mengelilingi Pulau Samosir buah ini dapat kita jumpai dengan mudah. Buah ini biasanya panen dua kali dalam setahun yakni sekitar bulan Juni hingga Juli dan Desember hingga Februari.
Keunikan mangga ini adalah dapat
langsung dimakan dengan kulitnya karena mengandung serat yang tinggi. Cara
memanen Mangga Udang adalah dengan memanjat batang pohon sembari membawa jolok
dan keranjang yang diikat dengan seutas tali. Buah yang matang di petik menggunakan
jolok bambu yang diujungnya di pasang kantung yang terbuat dari kain sehingga
buahnya tidak jatuh ketanah,kemudian dikumpulkan dalam keranjang dan diturunkan
dengan tali. Panen biasanya dilakukan dua hari sekali karena buah yang dipetik
hanya buah yang matang/hampir matang. Mangga yang dipetik sekaligus biasanya
akan diperam terlebih dahulu dan rasanya jelas berbeda dengan buah yang
dipetiknya ketika sudah matang. Selain rasa yang kurang manis mangga yang
diperam juga akan terlihat lebih lusuh (warna kurang cerah) dan harganya bisa
jatuh.
Keunikan
yang lain Mangga Udang adalah tumbuh secara alami, bukan karena ditanam dan
tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya mangga tumbuh secara tidak sengaja
akibat dimakan tupai/burung atau bijinya yang dibuang sembarangan. Pengalaman
penulis yang pada masa kecilnya menjadi pemanen mangga sebagai pekerjaan
selepas pulang sekolah, tanaman mangga ini tidak pernah dipupuk. Namun untuk
saat ini pohon mangga yang sedang berbunga dan sudah mengalami
penyerbukan/berproses menjadi buah harus disemprot supaya tidak gugur.
Perubahan ini jelas menghawatirkan, karena produksi Mangga Udang saat ini yang
terpapar pestisida. Dari segi kesehatan residu pestisida jelas mempengaruhi
reputasi dan kualitas, meskipun di sisi lain produksi lebih besar (berbuah
banyak), tidak busuk dan kulitnya bersih. Melansir data Badan Pusat Statistik
dan Direktorat Jenderal Hortikultura: Produksi Mangga Menurut Provinsi, Tahun 2015-2019,
Mangga Udang Butuh Penanganan Serius
Sebagai kawasan yang sedang
dipersiapkan menjadi Destinasi Wisata Super Prioritas bertaraf internasional, buah-buahan
yang menjadi oleh-oleh khas Danau Toba tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Meskipun Mangga Udang lebih cenderung dikonsumsi turis lokal tetapi tidak
tertutup kemungkinan untuk disukai oleh turis mancanegara. Sebagai buah yang
menjadi ikon dan salah satu keistimewaan Danau Toba pemerintah daerah bersama
masyarakat harus menjaga reputasi, kualitas dan karakteristik Mangga Udang.
Jika reputasi, kualitas, dan karakteristik Mangga Udang dapat dijaga dengan
baik bukan tidak mungkin suatu saat nanti bisa di daftarkan menjadi Indikasi
Geografis di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak
Azasi Manusia Republik Indonesia.
Jika Mangga Udang bisa menghasilkan produk turunan seperti produksi Silimalombu Ecovillage sebagaimana di lansir laketoba.travel, olahan mangga berupa jus mangga, dodol mangga, pizza mangga, burger mangga, wine mangga, cuka mangga, brandi/mangga suling, sambal mangga, selai mangga, hand sanytizer mangga, nastar mangga, bolu mangga, pie mangga dan masih banyak lagi alangkah baiknya jika reputasi, kualitas dan karakteristik Mangga Udang dilindungi. Sebagai perbandingan, produk bersertifikat Indikasi Geografis mampu meningkatkan nilai jual secara signifikan bahkan sampai ratusan persen. Kuncinya adalah bagaimana mengelola tanaman dan produksi Mangga Udang menjadi bisnis yang tidak sekedar business as usual. Tentu ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi juga masyarakat dan Badan Otorita Danau Toba (BODT).
Mangga Udang dapat belajar dari Jeruk Bali yang pernah popular dan jaya di tahun 1980-an namun akhirnya menurun bahkan hilang dari peredaran karena terserang penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration). Pemerintah Provinsi Bali berupaya mencari solusi untuk mengembalikan kejayaan Jeruk Bali dengan menjadikan kerjasama riset dengan Universitas Udayana menjadi salah satu fokus program Badan Riset dan Inovasi Daerah sebagaimana disampaikan Dr. Ir. I Wayan Koster, M.M, Gubernur Bali dalam Kegiatan Webinar Kick Off dan Talkshow Pembentukan BRIDA, #Setahun BRINteraksi Membangun Riset dan Inovasi, Mewujudkan Digital, Blue & Green Economy di Kantor BRIN Gedung B.J. Habibie Jalan M.H. Thamrin Nomor 8, Jakarta Pusat yang ditayangkan dalam laman Youtube BRIN. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Kota di sekitaran Danau Toba bisa meniru langkah Gubernur Bali dengan mengadakan riset bekerjasama dengan berbagai kampus untuk menghasilkan bibit Mangga Toba yang unggul dan produktif serta terjaga kualitasnya.
Upaya mempertahankan keberadaan Mangga Udang sebagai salah
satu ikon Danau Toba dapat ditempuh dengan cara sebagai beikut:
1.
Melakukan Riset bekerjasama dengan Kampus di Sumatera Utara
2.
Membuat Nota Kesepahaman antar Pemerintah
Kabupaten/Kota di sekitar Danau Toba
3.
Membuat Regulasi terkait Budidaya dan
Pemanfaatan Produksi Mangga Udang
4.
Membentuk Kelompok Masyarakat Perlindungan
Mangga Udang
5.
Menetapkan reputasi, kualitas dan karakteristik
Mangga Udang
6. Melaksanakan Diseminasi dan Fasilitasi Teknologi
Untuk Produk Turunan Mangga Udang
7. Peningkatan dan Perluasan Jangkauan Pemasaran
Semoga Mangga Udang, buah khas di seputaran Danau Toba tetap menjadi primadona ketika Destinasi Wisata Super Prioritas telah terwujud.
0 Response to "Mangga Udang Layak Dipertahankan Sebagai Ikon Danau Toba"
Post a Comment