Mendidik Anak Berorientasi Hasil Menghargai dan Mengutamakan Proses
Mendidik Anak
Berorientasi Hasil Menghargai dan Mengutamakan Proses. Kemajuan
teknologi dan digitalisasi di satu sisi memberi banyak kemudahan dalam dunia
pendidikan, namun di saat yang sama mengancam proses pembentukan kepribadian
yang tangguh secara alami. Proses pencarian yang seolah tanpa perjuangan
(tinggal googling), bisa menurunkan optimalisasi potensi dan daya juang sang
anak. Soal sesulit apapun, tinggal tanya ke google selesai dengan sempurna (lantas
apa bedanya menghitung angka dengan kalkulator, yang tidak berdampak secara
kognitif).
Pandemi berkontibusi memperkeruh keadaan dengan memaksa
perubahan sistem dalam banyak hal termasuk pendidikan. Suka tidak suka, selama
pandemi orang tua dan anak diperhadapkan pada sistem pendidikan digital. Dalam
hal ini terjadi tekanan yang luar biasa, tidak jarang orang tua harus bersusah
payah (stres) mengerjakan tugas dari
sekolah (menggantikan peran anak demi pekerjaan rumah selesai).
Karena perubahan yang terjadi secara terpaksa,
mengakibatkan toleransi lebih longgar demi menjaga keberlangsungan proses
belajar mengajar. Mengalihkan stres proses pembelajaran ke pundak orang tua
karena banyak faktor mengakibatkan si anak kehilangan dinamika (proses)
belajar, namun tetap naik kelas (hasil).
Pada awalnya digitalisasi mungkin dianggap sebagai
penyelamat ketika pandemi terjadi, tetapi jika di telisik lebih jauh jika tidak
disikapi dengan bijak juga bisa menjadi racun (toxic) dalam dunia pendidikan. Ketika kemajuan
teknologi menyediakan banyak sumber untuk menjawab sebuah soal, di saat yang
sama semakin jelas peran seseorang untuk di gugu dan di tiru tidak akan tergantikan
kecanggihan robot sekalipun.
Mendidik Anak Berorientasi Hasil
Menghargai dan Mengutamakan Proses, Membutuhkan Sinergi Orang Tua dan Guru
Setiap orang harus mempunyai rencana dan strategi
mencapai tujuan. Tujuan menjadi goal
yang akan dituju di akhir sebuah proses. Dalam bidang lain mengutamakan hasil
mungkin bisa di terima tetapi dalam dunia pendidikan seharusnya tidak bisa di
tolerir. Pendidikan adalah proses pembentukan dan pencarian yang sejatinya
lebih berorientasi kepada “bagaimana mencapai hasil” bukan “hasil apa yang
dicapai”.
Sekolah dan institusi pendidikan tidak bisa diharapkan
untuk menjadi pelaku tunggal dimana menghargai dan mengutamakan proses menjadi
sesuatu yang bernilai. Sama seperti dalam banyak hal, rumah dan keluarga
memegang peranan yang utama dan pertama. Dalam hal ini selayaknya orang tua dan
guru punya nilai dan mimpi yang sama.
Ketika sebuah idealisme di tindas oleh lahirnya sebuah
kebijakan dan sistem yang tidak mendukung penghargaan terhadap proses, maka
keluarga menjadi benteng terakhir yang seharusnya menjaga proses yang baik dan
benar tertanam utuh dalam pendidikan anak-anak. Sebagai sebuah kebenaran,
proses yang baik adalah sebuah perjuangan dan pasti akan menghadapi banyak
tantangan.
Sebuah lembaga dan institusi dengan terpaksa mungkin akan
mengikuti tekanan untuk lebih mementingkan hasil demi mempertahankan keberlangsungan
dan eksistensi. Namun pribadi seorang guru sejati pasti tidak akan melacurkan
dan menggadaikan panggilannya untuk menjadikan seorang murid menjadi manusia
yang seutuhnya kepada kesulitan seberat apapun. Ada banyak kisah guru yang memperjuangkan idealismenya bahkan
sampai mendapatkan sanksi yang paling keras dari sekolah. Apa yang menyebabkan
seseorang berani mengambil resiko (take
all risk) seperti itu, tentu panggilan dan keyakinan bahwa proses yang baik
dan benar lebih penting dari pada hasil.
Menghargai Proses Membutuhkan Komitmen
Orang Tua Dan Anak Serta Dimulai Dari Keluarga
Meskipun dalam dunia kerja hasil lebih penting dari
proses, dalam pendidikan sejatinya proses lebih penting daripada hasil. Proses
yang baik lebih bernilai karena hasil bisa dimanipulasi untuk kepentingan
sesaat. Dalam banyak kasus kita melihat ada keberhasilan yang kemudian menjadi seperti
bom waktu dan pada saat kebusukan mencuat semua pihak berusaha mencuci tangan
dan tidak terlibat. Padahal ketika keberhasilan itu diapresiasi semua pihak
berusaha mendapatkan cipratan manfaat.
Dalam dunia pendidikan kita mengenal istilah cuci rapor,
jika kita mengangungkan hasil dan mengabaikan proses pastilah mendukung dan membenarkan langkah
ini dengan seribu alasan. Beberapa waktu yang lalu ketika Ujian Nasional (UN) menjadi polemik dimana
guru guru yang seharusnya bertugas mengawas ujian disinyalir justru membagikan
kunci jawaban, adalah bukti nyata bahwa ada banyak pihak yang lebih
mementingkan hasil dan menafikan proses.
Orang tua harus memastikan anak-anaknya mengalami proses
pembentukan dan menjadikan nilai kebenaran sebagai patokan. Dalam hal ini
harus dicatat bahwa proses yang baik itu sebuah keniscayaan, namun hasil adalah
gift. Meskipun ada pepatah: “kerja keras tidak pernah menghianati hasil”, namun
tidak semua upaya terbaik berakhir indah. Sebuah kalimat bijak yang lain seolah
berdiri sebagai pembanding: “kita manusia hanya bisa berupaya, misalnya menanam
sebuah pohon dengan bibit unggul dan pupuk terbaik, namun berbuah atau tidak
pada akhirnya itu urusan Yang Kuasa”.
Proses adalah peristiwa dimana pencarian dan pembentukan
terjadi secara alami dan menjadi guru terbaik (pengalaman). Kita mungkin bisa
“membeli” pengetahuan bahkan gelar akademik sekalipun, tetapi proses tidak. Proses akan
menjadi best practice dan success story yang hanya mungkin di tiru, tetapi
tidak bisa di beli dan dicuri orang lain. Proses yang baik itu penting, Mari Mendidik
Anak Berorientasi Hasil Menghargai dan Mengutamakan Proses.
0 Response to "Mendidik Anak Berorientasi Hasil Menghargai dan Mengutamakan Proses"
Post a Comment