Mendidik Anak Menghargai Kodrat dan Hierarki Keluarga
Mendidik Anak Menghargai Kodrat dan Hierarki Keluarga.
Pekerjaan sederhana dan rutin dalam keluarga bisa menjadi persoalan jika
anggota keluarga tidak menghargai dan menerima kodratnya masing-masing. Dalam
keluarga yang menganut patrilineal, pekerjaan yang tergolong feminin menjadi
tugas dan tanggung jawab para perempuan serta pekerjaan maskulin menjadi domain
kaum laki-laki.
Dalam banyak kasus orang tua yang menunjukkan perbedaan perlakuan
terhadap anak-anak yang dianggap “istimewa” misalnya: semenjak kecil
sakit-sakitan, anak paling besar dan membawa nama keluarga, anak yang lama
dinantikan dan proses kelahirannya tergolong luar biasa, bisa mengakibatkan
sang anak tumbuh dalam ketidaksadaran akan kodratnya.
Kondisi ini bisa diperparah usaha orang tua menjauhkan
anak-anaknya dari “kelelahan” dengan alasan perasaan kasih dan tidak ingin
membebani berlebihan. Ada orang tua yang sudah pensiun masih rela bangun lebih
pagi untuk mempersiapkan sarapan, sementara anak gadis dan lajangnya masih
tidur merupakan contoh yang tidak mendidik bagaimana menghargai kodrat sebagai
manusia.
Pada kasus yang lain, ada anggota keluarga yang seharusnya
menjadi pemimpin (dipersiapkan menjadi pemimpin jika orang tuanya tiada) namun
karena “kurang cerdas” atau kurang berhasil dalam karier tidak diberikan peran
dan kesempatan untuk memupuk leadership-nya sampai ketahap paling optimum. Dalam
hal ini hierarki keluarga bisa rusak karena respek seorang adik terhadap abang/kakaknya
bukan sebagai sebuah tradisi membangun demokrasi keluarga tetapi berdasarkan “apa
dan siapa” orangnya.
Orang tua yang tidak menginginkan anaknya mengalami
kesusahan seperti pengalamannya dimasa lalu mengabaikan penghargaan terhadap
kodrat. Orang tua yang lain menuntut anak-anaknya berhasil demi memperbaiki dan
meningkatkan kualitas kehidupan melakukan pembiaran kurangnya penghargaan
terhadap hierarki keluarga dengan alasan hal tersebut merupakan bagian dari reward
dan punishment.
Mendidik Anak Menghargai Kodrat
dan Hierarki Keluarga, Mendorong Kemandirian dan Respek Tanpa Syarat
Jika ditelisik lebih jauh, banyak hal yang menghambat
kemandirian seorang anak justru disebabkan rasa sayang orang tua yang terlampau berlebihan. Dalam kasus
seperti disebut diatas dimana orang tua bangun lebih pagi sementara anak gadis
dan lajangnya masih tidur, bagaimana mungkin berharap anak tersebut dengan
keasadaran akan kodratnya akan secara otomatis berlaku selayaknya menantu
ketika menikah dan berkeluarga dengan orang lain.
Contoh kecil yang lain, oleh karena rasa sayang sang orang tua yang sudah sepuh kepada anaknya, pekerjaan-pekerjaan kecil yang seharusnya menjadi tanggungjawab sang anak diambil alih seolah-olah anaknya tidak mampu. Maka yang kemudian terjadi adalah untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) di kantor kelurahan saja pun, sang anak pasti sangat bergantung kepada bantuan orang lain.
Anak yang dalam setiap menghadapi persoalan apapun harus
menunggu persetujuan orang tuanya bahkan setelah menikah sekalipun menjadi
sesuatu yang lazim terjadi. Selain berpotensi menjadi benturan dengan pasangan,
jelas bahwa orang tua telah dengan sengaja tidak memberikan kesempatan kepada
anaknya untuk bertumbuh, berkembang dan mandiri. Dalam bahasa yang lebih bijak,
sang orang tua telah menghambat proses dimana sang anak belajar dan bertumbuh
menjadi manusia yang seutuhnya.
Dalam hal hierarki keluarga, jika sejak awal tidak
ditanamkan respek terhadap anggota keluarga dengan falsafah: “meskipun”, “bagaimanapun”
maka seorang anak hanya akan memberikan penghormatan terhadap kakaknya “jika”
sang kakak memenuhi syarat tidak tertulis yang diciptakannya sendiri. Sebagai
contoh, seharusnya bagaimana pun kondisi seorang anak yang paling besar dia
harus ditempatkan sebagai pemimpin. Bagaimana pun keadaan seorang anggota
keluarga maka rasa persaudaraan diatas segalanya dan mengalahkan ego,
kesombongan, iri hati dan banyak hal-hal negatif yang lain.
Ada banyak kasus anak paling besar yang menjadi
representasi dan pengganti orang tua, tidak dihormati adik-adiknya karena
alasan banyak hal: tidak berbakat, kurang komunikatif, miskin, dan lain-lain.
Sebaiknya terhadap anak yang lain yang oleh karena kondisi banyak uang dan suka
berbagi menjadi “pemimpin tandingan” dan omongannya paling di dengar. Kasus lain
kedekatan orang tua terhadap si bungsu menjadikannya sebagai “pengatur” dan
paling banyak bicara.
Menghargai Kodrat dan Hierarki
Keluarga, Sepele Namum Berdampak Besar dan Bisa Menyebabkan Kerusakan Jangka
Panjang
Seorang anak perempuan seharusnya ditempatkan dan di
perlakukan sebagai kodratnya “penolong” laki-laki. Perempuan adalah tiang
keluarga, seorang ayah yang buruk masih mungkin ditutupi oleh keagungan dan
kemuliaan seorang ibu dan keluarga masih bertahan. Tetapi jika seorang ibu
sudah “ambruk”, ayah terbaik sekalipun tidak akan mampu mempertahankan
kelangsungan keluarganya (game over). Untuk hal ini memang sepantasnya
penghormatan terhadap “manusia yang paling kuat di bumi” diberikan kepada
perempuan.
Laki-laki ditempatkan dan diperlakukan selayaknya sebagaimana
kodratnya sebagai pemimpin. Tanggungjawab sebagai pengarah biduk rumah tangga jangan
hanya pemanis dan mengikuti apa yang dilakukan kebanyakan orang. Emansipasibukan berarti menafikan atau bahkan menegasikan feminin dan maskulin, tetapi memadu
padankannya dalam kesetaraan.
Dalam hal respek terhadap anggota keluarga, prinsip “karena
hubungan darah menyebabkan kita bersaudara, bukan sebaliknya” menempatkan
seorang anak mampu memahami dan menempatkan dirinya tanpa terbawa perasaan oleh
banyak alasan. Respek yang dibangun adik terhadap kakaknya adalah berdasarkan hubungan
darah, bukan karena sang kakak memenuhi ekspektasi dan mampu mengakomodir semua
keinginan sang adik.
Seorang anak yang menghormati kodrat dan hierarki
keluarga akan menjadi sumber kebahagiaan dan sukacita kepada siapapun bahkan
ketika perubahan terjadi oleh perjalanan waktu. Mendidik dan membangun
kesadaran akan pentingnya Menghargai Kodrat dan Hierarki Keluarga, sejatinya
menjadi prioritas keluarga dan dimulai sejak dini. Mari, Mendidik Anak Menghargai Kodrat
dan Hierarki Keluarga.
0 Response to "Mendidik Anak Menghargai Kodrat dan Hierarki Keluarga"
Post a Comment