Mendidik Anak Memaknai Dan Memperlakukan Materi Sebagai Titipan Tuhan

 

Mendidik Anak Memaknai Dan Memperlakukan Materi Sebagai Titipan Tuhan
Ilustrasi Uang dan Kekayaan

Mendidik Anak Memaknai Dan Memperlakukan Materi Sebagai Titipan Tuhan. Dalam beberapa tahun terakhir ada banyak kisah dimana “kelebihan uang” menjadi fenomena. “Flexing” menjadi sesuatu yang menarik dan “sultan/crazy rich” menjadi impian banyak orang. Ada acara televisi yang menayangkan kegiatan bagi-bagi uang, seperti artis tertentu  sedang berbagi rezeki.

Perubahan zaman memunculkan orang-orang yang kaya mendadak, tentu kita masih ingat dengan foto selfi Ghozali yang berbentuk Non-fungible token (NFT) atau token kriptografi yang bernilai milyaran. Atau para trader yang kaya raya hasil investasi saham dalam waktu singkat seperti Doni Salmanan sampai-sampai Indra Kenz menilai uang 1 milyar sebagai sesuatu yang “murah banget”.

Kemajuan teknologi, perubahan financial technology dan bisnis kuangan kearah digital memungkinkan seseorang mendadak tajir melintir. Keuntungan dan perubahan nilai aset yang sangat besar bisa dicapai tanpa perlu membutuhkan waktu bertahun-tahun. Dalam kondisi demikian, nilai materi tentu menjadi sesuatu yang sangat menarik dan wajar jika banyak orang termasuk anak-anak punya mimpi untuk kaya raya.

Banyak anak-anak yang jika saat ini ditanya bercita-cita mau menjadi apa, menjadi dokter dan pilot bukan lagi pilihan. Ada yang mau menjadi youtuber atau artis/influencer, salah satu contoh pengaruh mencapai materi berlimpah dalam waktu singkat juga menyasar anak-anak usia dini.

Kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya tidak menjadi persoalan karena menjadi keniscayaan. Tidak ada satu orang pun di dunia yang sanggup menghambat apalagi menghentikannya. Menutup diri terhadap perubahan justru akan menjadi persoalan yang lebih berat, dimana ada orang yang tidak mampu berperan dan ambil bagian di dalam kemajuan dan perubahan yang sedang berlangsung.

Mendidik Anak Memaknai Dan Memperlakukan Materi Sebagai Titipan Tuhan, Menangkal Hedonisme Sejak Dini

Menjadi orang yang berhasil melihat peluang, mengambil kesempatan dan menikmati keberuntungan dari perkembangan zaman jelas bukan sesuatu yang salah. Keberhasilan seseorang bahkan membawa dampak muliplier effect kepada orang-orang disekelilingnya. Materi bisa menjadi manfaat dan berkah tetapi juga jerat dan racun yang mematikan.

Memiliki materi berlimpah merupakan sebuah kesempatan, banyak orang meyakini kesempatan tidak datang dua kali. Namun mengejar materi juga butuh pengorbanan, ada harga yang harus  di bayar. Mendidik anak untuk mampu menjadikan materi sebagai berkat dan titipan Tuhan jelas penting. Banyak hal yang ditawarkan kemajuan zaman terutama melalu medsos, bukan tidak mungkin menjadikan anak-anak menjadi pribadi yang cinta uang dan selanjutnya hamba uang.

Anekdot yang mengatakan: “jangan bicara bahwa uang banyak bukan jaminan kebahagiaan, sebelum anda kelebihan uang” jelas merupakan kekeliruan sebab setiap orang seharusnya punya mental dan “value” yang benar tentang materi justru dalam keadaan sebelum berpunya. Ketika seseorang telah memiliki segalanya, selain godaan yang besar akan jauh lebih sulit jika harus mulai belajar memaknai uang.

Hedonisme dan kecintaan yang berlebihan terhadap materi telah menjadi racun sejak niat dan keinginan itu hadir dalam hati, bukan hanya setelah punya harta berlimpah. Orang tua dan anak-anak harus tetap waspada bahwa setiap perkembangan zaman menawarkan dua hal sekaligus layaknya seperti dua sisi mata uang, positif dan negatif.

Materi Sebagai Anugerah dan Berkat Tuhan Bukan Tujuan, Penting Ditanamkan Sejak Dini

Orang bijak mengatakan bahwa kekayaan dan harta sesungguhnya hanya merupakan akibat dari pola hidup yang baik (sederhana, hemat, kerja keras dan lain-lain) ada benarnya. Jika materi berlimpah menjadi tujuan dari sebuah kerja keras, apakah kita berani menghakimi bahwa orang yang tidak kaya raya sudah pasti pemalas. Belum tentu, sekali lagi kekayaan sesungguhnya hanya sebuah “gift” dan itu diberikan Tuhan kepada orang yang dikehendaki-Nya dan tidak ada yang bisa mengintervensi Dia harus memberikannya kepada siapa.

Jika sebuah kerja keras harus menghasilkan kekayaan dan materi berlimpah akan ada begitu banyak orang yang kecewa telah melakukan yang terbaik dan menghabiskan waktunya sebagai sebuah usaha yang sia-sia. Materi memang penting, kerja keras jauh lebih penting. Namun harus di sadari bahwa semua yang kita miliki adalah titipan Tuhan. Pertanyaannya: pernahkan titipan dibiarkan atau dilupakan tuannya? Tidak, pada saatnya sang tuan akan datang dan mengambil kembali apa yang sudah di titipkannya.

Sejak dini anak-anak harus ditanamkan bahwa materi hanya sesuatu yang sementara, sebelum akhirnya diambil pemilik yang sebenarnya. Namun kerja keras penting karena ketika sang tuan yang empunya datang, kita juga harus mempertanggungjawabkan pengelolaan titipannya.

Kita harus mengajarkan kepada anak-anak untuk memegang konsep yang saya sebut sebagai “Nothing to lose”. Melakukan yang terbaik bukan untuk mendapatkan materi terbanyak namun lebih kepada hidup terbaik (berkenan kepada Tuhan), damai dan sukacita. Sebagai orang tua penting memberikan teladan dan jangan biarkan anak-anak kita menjadi hamba uang. Cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan, mari Mendidik Anak Memaknai Dan Memperlakukan Materi Sebagai Titipan Tuhan.

0 Response to "Mendidik Anak Memaknai Dan Memperlakukan Materi Sebagai Titipan Tuhan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel