Menulis, Menyingkapkan Singularitas
Menulis, sama seperti keterampilan yang lain jika ditekuni dengan serius akan mampu menghasilkan banyak hal termasuk kepuasan secara psikologi dan uang. Bahkan dalam beberapa kasus, menulis menghasilkan lebih banyak dari pendapatan orang kantoran.
Pada
kenyataannya menulis masih merupakan kegiatan yang membosankan dan berat untuk
dilakukan. Menulis buku berupa Buku Ilmiah, Ilmiah Populer, Bunga Rampai atau
artikel ilmiah popular menuntut ketekunan, sesuatu yang mudah diungkapkan namun
sulit dilakukan.
Banyak orang
yang mengaku tidak bisa menulis, padahal jika dihitung ungkapan perasaan yang
dijadikan status/story, komentar di
media sosial dalam 1 hari bisa mencapai ratusan bahkan ribuan kata. Padahal
jika dilihat lebih jauh, ungkapan ketidakmampuan hanyalah “self defense mechanism” dan pembenaran untuk menghindar dari kerja
keras sebagai penulis. Bayangkan jika saat ini media untuk menyampaikan berita
hanyalah surat seperti beberapa puluh tahun lalu, semua orang mulai dari yang
paling cerdas sampai yang tidak bisa baca tulis akan berusaha membuat surat
untuk menyatakan perasaannnya, semisal surat cinta kepada orang yang kita
sukai.
Ironisnya
banyak orang yang seharusnya menulis karena merupakan tuntutan jabatan yang
diemban, tanpa merasa bersalah mengabaikan kegiatan tersebut bahkan sampai
pensiun (purna tugas). Sebagai contoh, guru-guru menganggap kegiatan menulis
hanya merupakan tugas dan tanggung jawab guru bidang studi Bahasa Indonesia.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) merupakan kompetensi wajib bagi
Pengembangan Profesi Jabatan Fungsional dalam pemenuhan Angka Kredit (AK). Menulis merupakan aktivitas yang wajib
bagi siapapun yang mengampu jabatan fungsional, terutama jabatan fungsional
tertentu (JFT).
Menulis dan
Perilaku Asertif
Menulis merupakan
cara menyampaikan gagasan, ide dan pemikiran yang paling baik. Menulis menjadi
baik karena sebelum disampaikan harus diperhitungkan dengan cermat,
kebermanfaatan bagi
publik, susunan kata/kalimat, data pendukung dan waktu/cara menyampaikan. Menulis
berarti “berteriak” tanpa menyinggung atau menyerang pihak lain.
Kemampuan menulis sangat berpengaruh terhadap kemampuan
komunikasi/verbal seseorang dan sangat baik jika dipupuk sejak awal.
Mempengaruhi orang lain tanpa kesan menggurui, melakukan protes tanpa kesan
memberontak, menggugat tanpa kesan paling pintar adalah gambaran betapa menulis
tidak sesederhana yang kita bayangkan.
Ilmu dan peradaban yang tinggi juga dibuktikan dengan
tulisan, bukan hanya lisan. Bangsa yang terkenal dengan peradaban yang tinggi
menghargai budaya tulis sejak awal dan menjaga tulisan (buku) layaknya seperti
harta karun. Tulisan yang baik dan bernilai tinggi sama bernilainya dengan aset
berharga lainnya seperti emas.
Menulis secara tidak langsung memaksa orang untuk
membaca, menyerap informasi terbaru/kekinian. Kerja keras menulis harus
berbanding lurus dengan kinerja membaca, tulisan yang baik lahir dari bacaan
yang baik. Menulis mendorong seseorang untuk tidak pernah berhenti/puas untuk
terus mendalami suatu bidang dari berbagai perspektif. Sebuah dunia tanpa
batas.
Literasi, mengasah kualitas
Ketika kita
mampu memaksa diri untuk menuliskan sebuah ide dan gagasan terutama menjadi
sebuah buku, akan membuka banyak jendela untuk dilihat orang yang membacanya. Yoel
M. Indrasmoro, seorang penulis dan pengurus Literatur Perkantas mengatakan: Buku
tak ubahnya jendela. Sebagaimana jendela, kita dapat melihat berbagai peristiwa
di luar, tanpa perlu ke luar ruangan. Jika kita ingin memahami situasi di
sekitar rumah, kita tinggal membukanya. Cara kerjanya pun mirip jendela. Makin
dibuka, bidang pandang kita pun makin meluas. Buku mampu memperluas wawasan
sikap, pikir, wicara, dan tindak pembacanya. Jika seseorang ingin berkembang
seluas-luasnya, tak ada resep yang lebih ampuh dibandingkan dengan membaca
buku.
Dibaca puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan orang bukan
tujuan dari menulis tetapi merupakan akibat dari budaya membaca dan menulis
yang baik.Tugas kita hanya membaca dan menulis sebaik mungkin, itu merupakan
syarat dasar untuk selanjutnya adalah berkat dan anugerah Yang Diatas. Sama
seperti ketika menanam sebatang pohon atau bunga, setelah kita menyediakan
media tanam terbaik,
bibit unggul, menyirami dan memberi pupuk apakah otomatis akan berbuah dan
berbunga seperti yang kita harapkan? Belum tentu, kita yang menanam namun yang
memberikan pertumbuhan dan buahnya adalah Sang Maha Pencipta. Cuma dibaca 1
orang kenapa tidak? Salah satu tulisan tebaik yang ditulis dengan upaya yang
luar biasa, justru berharap hanya dibaca 1 orang. Surat cinta kepada pacar atau
pasangan yang ditulis dengan perjuangan yang sungguh-sungguh justru akan
menyakitkan jika dibaca banyak orang.
- Menulis menjadikan kita menjadi pribadi yang sabar dan tekun, memandang persoalan dari berbagai sisi, memahaminya sampai tapis yang terdalam.
- Menulis menjadikan kita pribadi yang bersyukur dan memiliki determinasi yang tinggi.
- Menulis menjadikan kita pribadi yang rendah hati, tidak menggurui, tidak merasa paling pintar, menghargai pandangan dan pendapat orang lain.
- Menulis menjadikan kita pribadi yang pantang menyerah, ketika tulisan kita di tolak penerbit kita justru menulis lebih banyak lagi
- Menulis menjadikan kita menjadi mahluk sosial sejati, ketika berjejaring dan berbagi dalam komunitas. Murah hati dalam membagikan kiat-kiat menulis.
- Menulis seharusnya memaksa kita untuk belajar lebih banyak terutama bahasa asing. Mayoritas buku-buku terbaik diterbitkan dalam bahasa asing/bahasa Inggris, meskipun terjemahan bisa menjadi solusi, akan berbeda jika kita memahami dalam bahasa aslinya.
- Menulis mengasah banyak keterampilan, mengambil intisari, menganalisa data, menyampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami, menghibur dan satu hal yang banyak dianggap remeh: Blind Typing.
0 Response to "Menulis, Menyingkapkan Singularitas"
Post a Comment