Mendidik Anak Meneguhkan Keluarga Tempat Utama Dalam Membangun Karakter

Mendidik Anak Meneguhkan Keluarga Tempat Utama Dalam Membangun Karakter
Ilustrasi Anak Dengan Karakter Berbeda

Mendidik Anak Meneguhkan Keluarga Tempat Utama Dalam Membangun Karakter. Miris melihat kenyataan bahwa ada banyak orang tua yang tidak mau disalahkan terkait karakter dan perilaku anaknya setelah dewasa. “Kami tidak pernah mengajarkan hal-hal yang tidak baik selama ini” atau “masalah ini janganlah dikait-kaitkan dengan orang tua” adalah pembenaran yang lazim kita dengar.

Ironisnya ketika mendapatkan penghargaan sebagai apresiasi terhadap budi pekerti sang anak yang mendapatkan pengakuan dari masyarakat sekelilingnya nyaris tidak ada penolakan dari orang tua. Semua merasakan kebanggaan yang sama dan senang dilibatkan sebagai orang yang turut andil dalam membentuk kepribadian yang dinilai baik tersebut.

Ada banyak orang tua yang tidak mau bersusah payah untuk secara serius belajar tentang peran “parenting” dalam pembentukan karakter. Padahal setiap orang punya karakter dan kebutuhan yang berbeda-beda. Anak-anak berkebutuhan khusus lebih cenderung di “titipkan” kepada sekolah khusus sekalipun berbiaya mahal. Sekilas, keluarga hanya siap atau mempersiapkan diri untuk mendidik dan menghadapi “manusia-manusia normal”.

Yang lebih buruk lagi,  anak-anak “luar biasa” yang masih dalam kategori sedang atau rendah malah mengalami pembiaran. Keistimewaan seseorang yang seharusnya disikapi dengan perlakuan khusus, malah dibiarkan berkembang sendiri seolah tidak terjadi masalah apa-apa dengan alasan supaya yang bersangkutan kelak menjadi pribadi yang percaya diri.

Kesadaran bahwa sekolah adalah wahana dimana setiap orang akan menguji karakter dan kebenaran yang di ketahuinya pertama sekali di keluarga masih perlu dipertanyakan. Sekolah justru cenderung dijadikan kambing hitam ketika perilaku yang salah meresahkan orang tua.

Mendidik Anak Meneguhkan Keluarga Tempat Utama Dalam Membangun Karakter Penting Disadari Orang Tua

Apa yang dilakukan orang tua ketika menghadapi anaknya yang “berbeda” dari teman-temannya? Hampir pasti jawabannya adalah mencari sekolah atau komunitas orang-orang berkebutuhan khusus. Sebenarnya upaya ini tidak sepenuhnya salah, yang salah adalah jika pembangunan dan pembentukan karakter diserahkan sepenuhnya kepada sekolah dan komunitas tersebut. Keluarga seharusnya menjadi tempat utama dan pertama perbedaan/keistimewaan tersebut di afirmasi secara positif. Ini menjadikan seseorang lebih siap ketika menjalani aktivitas sekolah dan komunitas sebagai tindak lanjut proses penerimaan dirinya secara lebih luas.

Terkait anak-anak luar biasa yang masih dalam tahap sedang dan rendah yang kesannya tidak akan “mengganggu” kedepannya seharusnya juga diperhatikan dan mendapatkan perlakuan yang semestinya. Sebagai contoh, anak-anak yang egois dan agresif perlu mendapatkan ketegasan dan sanksi dari orang tua. Contoh yang lain perlakuan terhadap anggota keluarga laki-laki yang bersifat kemayu/feminin atau sebaliknya. Hal yang kelihatannya sepele jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama sangat mungkin secara perlahan merubah yang bersangkutan menjadi “monster”.

Ketika perilaku seperti ini mengakibatkan orang lain tersakiti dan kemudian mempertanyakan peran orang tua dalam pembentukan karakter dan tidak ada yang mau bertanggungjawab, lantas siapa yang salah? Apakah lazim seorang anak tumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa andil dan kontribusi dari pihak lain? Jelas tidak. Suka tidak suka, keluarga memberikan pengaruh dengan porsi yang paling besar dan signifikan.

Orang tua yang tidak mau dipersalahkan dalam perilaku yang kurang baik meskipun sang anak sudah dewasa dan punya “kehidupan sendiri” adalah seperti menyerahkan proses pembentukan karakter kepada pihak lain. Dalam kondisi sperti ini hanya dimungkinkan jika sejak bayi orang tuanya telah meninggal (yatim-piatu).

Orang Tua Mempengaruhi Secara Genetis Dan Perilaku

Bagaimana dengan orang tua yang “luar biasa”, dimana perilaku dan sifat yang ditunjukkan sang anak telah ada sebelumnya. Ada orang yang sebenarnya bermasalah tetapi merasa baik-baik saja dan tetap menjalankan tugasnya mendidik dan membangun karakter keluarga. Hal ini pasti lebih sulit, pengenalan yang benar akan karakter diri sendiri seharusnya menjadi syarat sebelum kita mencoba mengarahkan orang lain.

Kesadaran pertama orang tua akan karakter dirinya sendiri akan sangat membantu dalam membangun karakter anak-anaknya. Kejujuran menilai dan menerima diri sendiri apa adanya (plus-minus) akan menjadi afirmasi positif seluruh keberadaan diri selaku manusia. Setiap manusia adalah mahluk yang tidak sempurna dan pasti ada kekurangan. Setiap upaya untuk menutupi kekurangan dan menganggap seolah semuanya baik-baik saja akan membuat sesuatu yang luar biasa kembali berulang. Sangat aneh jika seseorang tidak mengetahui/menyadari kekurangannya.

Kesatuan pandang yang lahir dari diskusi dan komunikasi berkualitas yang berujung pada kesepakatan orang tua akan sangat membantu dan memudahkan anak-anak dalam proses pembentukan karakter di keluarga. Jangan sampai perbedaan pandangan perlakuan justru membingungkan dan memperburuk keadaan. Pencarian dan pembelajaran juga tidak hanya menjadi tugas satu pihak, kedua-duanya bergerak bersama dalam sebuah keseimbangan terhadap beban dan tanggungjawab.

Ada banyak anak luar biasa yang dalam kategori parah, tetapi berkat perlakukan dan kesiapan keluarga berubah menjadi lebih baik bahkan mampu menemukan potensi dan jati dirinya. Sebaliknya ada orang yang pada dasarnya punya keistimewaan dalam kadar yang rendah karena pembiaran dan perlakuan yang kurang tepat berubah menjadi “parungkilon” dalam bahasa Batak yang berarti: menyakitkan hati. Dalam hal ini berlaku prinsip: yang lemah harus dikuatkan, yang keras harus dilembutkan. Sangat Penting Mendidik Anak Meneguhkan Keluarga Tempat Utama Dalam Membangun Karakter.

0 Response to "Mendidik Anak Meneguhkan Keluarga Tempat Utama Dalam Membangun Karakter"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel