Mendidik Anak Membangun Keseimbangan
Mendidik Anak Membangun Keseimbangan. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang kuat, berani dan pantang menyerah. Sebuah ilmu yang tidak dengan mudah diperoleh, baik di sekolah maupun membaca buku.
Setiap masa memiliki tantangan dan kesulitan, setiap anak
punya keunikan dan keistimewaan tersendiri. Suka tidak suka, pola dan cara
menghadapi harus menyesuaikan dengan tuntutan zaman, terlepas apakah orang tua
menyadari atau tidak. Orang tua yang tidak tanggap akan mengakibatkan sang anak
akan mencari formulanya di tempat lain.
Banyak orang tua yang merasa telah melakukan tugas dan
perannya dengan baik, jika mampu menyediakan dan membiayai pendidikan termahal
untuk anak-anaknya. Memastikan sang anak cukup gizi, berkecukupan secara
ekonomi dan selanjutnya menyerahkan proses pembentukan karakter anak kepada
institusi pendidikan. Target utamanya adalah memberikan anak-anak “kebahagiaan”.
Segala upaya dilakukan untuk memberikan kemudahan dan “privilege” yang bertujuan menjauhkan
kesulitan dari kehidupan sang anak. Sang anak akhirnya terbiasa di zona nyaman,
wilayah yang menyenangkan dan memandang kesulitan sebagai aib dan sesuatu yang
mengerikan.
Dalam konsep kehidupan digambarkan bahwa kebahagian, kemudahan
adalah sebuah kebanggaan dan di sisi lain kesulitan, penderitaan adalah sesuatu
yang harus dihindari. Cara pandang seolah-olah kebahagian adalah anugerah, dan
kesulitan adalah kutuk.
Mendidik Anak Membangun
Keseimbangan Menuntut Peran Orang Tua Sejak Dini
Selayaknya dua kutub yang selalu ada dan berada pada
posisi seimbang dalam kehidupan berjalan beriringan. Ada sehat tentu ada sakit,
ada senang tentu ada susah demikian seterusnya namun mustahil kedua kutub
berada pada satu posisi yang sama.
Dalam mendidik anak untuk menjadi pribadi yang dewasa,
seharusnya kebahagiaan dan kesulitan diberikan dalam porsi yang sama
pentingnya. Jangan karena cinta dan kasih sayang kepada anak-anak, orang tua
berusaha menjauhkan mereka dari kesulitan.
Contoh yang paling nyata adalah sikap seorang kiai ternama
KH Muhammad Mukhtar Mukthi yang merupakan pimpinan sebuah pondok pesantren di
Jombang Jawa Timur terhadap kasus yang menimpa anaknya. Sebagaimana di
beritakan Liputan6.com, sang kiai menyebutkan bahwa proses penegakan hukum
terhadap kasus percabulan yang di persangkakan dilakukan anaknya adalah fitnah.
Sikap sang ayah membela anaknya tentu dapat dimaklumi sebagai
hal yang wajar, tetapi tanpa sadar telah membuat sang anak terkungkung, menjadi
pengecut dan tidak berani menghadapi masalah dalam kehidupan sendirian. Perkara
apakah masalah itu fitnah, benar atau salah adalah hal yang berbeda dan menjadi
ranah pengadilan, tetapi menggatikan peran si anak sebagai bukti cinta kasih
sang ayah adalah hal yang salah dan tidak selamanya mungkin.
Sebagai orang tua kita tidak selayaknya menjanjikan
kepada anak-anak kita bahwa hidup akan selalu baik-baik saja, menafikan penderitaan
dan kesulitan sebagai proses alam yang juga berperan dalam pembentukan kepribadian
manusia. Mengasihi dan mencintai anak berarti orang tua memanfaatkan setiap
proses pembentukan alam baik itu berupa kebahagiaan atau penderitaan,
kesenangan atau kesulitan untuk berperan sama baiknya membangun keseimbangan
dalam pertumbuhan kejiwaan anak-anaknya.
Pribadi Yang Dewasa dan
Tahan Uji Lahir Dari Penderitaan
Dalam batas-batas tertentu, orang tua yang rela
memberikan jiwa dan raganya demi kebahagiaan anak-anaknya adalah pahlawan atau “super
hero” yang sepatutnya dikagumi dan di puja. Tetapi mengambil alih peran sang
anak dengan alasan untuk menghindarkannya dari kesulitan adalah kejahatan
karena telah mengkerdilkan perkembangan kejiwaan sang anak. Perspektif reward and punishment juga secara terang
benderang menuntut kesimbangan dua sikap dalam satu eksistensi.
Ada sebuah cerita ketika seorang penjahat akan menjalani
hukukam mati, dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa seharusnya dia dihukum
mati bersama-sama dengan ibunya. Karena alasan kasih sayang yang berlebihan
sang ibu senantiasa membela anaknya ketika melakukan kesalahan di masa lalu, tanpa
sadar telah menjerumuskan sang anak sampai terbiasa dan akhirnya berani
melakukan kejahatan besar dan serius.
Dalam banyak kasus anak-anak yang di perlakukan khusus,
seperti anak semata wayang, anak yang dari kecil sering sakit-sakitan, anak
paling besar bertumbuh dalam proses kehidupan yang tidak seimbang dan
mengkerdilkan potensi optimun yang dimilikinya. Dalam tahapan kehidupan
selanjutnya cinta kasih orang tua telah merubah sang anak menjadi “monster”
yang akan menjadi beban dan menyusahkan orang-orang di sekelilingnya. Ketika sang
anak dan orang tua menyadarinya pun, merubahnya adalah sesuatu yang sangat sulit
dan hampir mustahil (membutuhkan keajaiban).
Sulit membayangkan seorang anak berkembang menjadi
pribadi yang kuat, berani dan dewasa tanpa melalui proses kebahagiaan dan
penderitaan/kesulitan secara berimbang. Orang tua dalam kapasitasnya seharusnya
menjadi tempat bertanya dan motivator, bukan berupaya mengaburkan sehingga
seolah-olah hanya ada satu kutub yakni kebahagiaan.
0 Response to "Mendidik Anak Membangun Keseimbangan"
Post a Comment