Mendidik Anak Membangun Keseimbangan

Mendidik Anak Membangun Keseimbangan
Ilustrasi Keseimbangan

Mendidik Anak Membangun Keseimbangan. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang kuat, berani dan pantang menyerah. Sebuah ilmu yang tidak dengan mudah diperoleh, baik di sekolah maupun membaca buku.

Setiap masa memiliki tantangan dan kesulitan, setiap anak punya keunikan dan keistimewaan tersendiri. Suka tidak suka, pola dan cara menghadapi harus menyesuaikan dengan tuntutan zaman, terlepas apakah orang tua menyadari atau tidak. Orang tua yang tidak tanggap akan mengakibatkan sang anak akan mencari formulanya di tempat lain.

Banyak orang tua yang merasa telah melakukan tugas dan perannya dengan baik, jika mampu menyediakan dan membiayai pendidikan termahal untuk anak-anaknya. Memastikan sang anak cukup gizi, berkecukupan secara ekonomi dan selanjutnya menyerahkan proses pembentukan karakter anak kepada institusi pendidikan. Target utamanya adalah memberikan anak-anak “kebahagiaan”.

Segala upaya dilakukan untuk memberikan kemudahan dan “privilege” yang bertujuan menjauhkan kesulitan dari kehidupan sang anak. Sang anak akhirnya terbiasa di zona nyaman, wilayah yang menyenangkan dan memandang kesulitan sebagai aib dan sesuatu yang mengerikan.

Dalam konsep kehidupan digambarkan bahwa kebahagian, kemudahan adalah sebuah kebanggaan dan di sisi lain kesulitan, penderitaan adalah sesuatu yang harus dihindari. Cara pandang seolah-olah kebahagian adalah anugerah, dan kesulitan adalah kutuk.

Mendidik Anak Membangun Keseimbangan Menuntut Peran Orang Tua Sejak Dini

Selayaknya dua kutub yang selalu ada dan berada pada posisi seimbang dalam kehidupan berjalan beriringan. Ada sehat tentu ada sakit, ada senang tentu ada susah demikian seterusnya namun mustahil kedua kutub berada pada satu posisi yang sama.

Dalam mendidik anak untuk menjadi pribadi yang dewasa, seharusnya kebahagiaan dan kesulitan diberikan dalam porsi yang sama pentingnya. Jangan karena cinta dan kasih sayang kepada anak-anak, orang tua berusaha menjauhkan mereka dari kesulitan.

Contoh yang paling nyata adalah sikap seorang kiai ternama KH Muhammad Mukhtar Mukthi yang merupakan pimpinan sebuah pondok pesantren di Jombang Jawa Timur terhadap kasus yang menimpa anaknya. Sebagaimana di beritakan Liputan6.com, sang kiai menyebutkan bahwa proses penegakan hukum terhadap kasus percabulan yang di persangkakan dilakukan anaknya adalah fitnah.

Sikap sang ayah membela anaknya tentu dapat dimaklumi sebagai hal yang wajar, tetapi tanpa sadar telah membuat sang anak terkungkung, menjadi pengecut dan tidak berani menghadapi masalah dalam kehidupan sendirian. Perkara apakah masalah itu fitnah, benar atau salah adalah hal yang berbeda dan menjadi ranah pengadilan, tetapi menggatikan peran si anak sebagai bukti cinta kasih sang ayah adalah hal yang salah dan tidak selamanya mungkin.

Sebagai orang tua kita tidak selayaknya menjanjikan kepada anak-anak kita bahwa hidup akan selalu baik-baik saja, menafikan penderitaan dan kesulitan sebagai proses alam yang juga berperan dalam pembentukan kepribadian manusia. Mengasihi dan mencintai anak berarti orang tua memanfaatkan setiap proses pembentukan alam baik itu berupa kebahagiaan atau penderitaan, kesenangan atau kesulitan untuk berperan sama baiknya membangun keseimbangan dalam pertumbuhan kejiwaan anak-anaknya.

Pribadi Yang Dewasa dan Tahan Uji Lahir Dari Penderitaan

Dalam batas-batas tertentu, orang tua yang rela memberikan jiwa dan raganya demi kebahagiaan anak-anaknya adalah pahlawan atau “super hero” yang sepatutnya dikagumi dan di puja. Tetapi mengambil alih peran sang anak dengan alasan untuk menghindarkannya dari kesulitan adalah kejahatan karena telah mengkerdilkan perkembangan kejiwaan sang anak. Perspektif reward and punishment juga secara terang benderang menuntut kesimbangan dua sikap dalam satu eksistensi.

Ada sebuah cerita ketika seorang penjahat akan menjalani hukukam mati, dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa seharusnya dia dihukum mati bersama-sama dengan ibunya. Karena alasan kasih sayang yang berlebihan sang ibu senantiasa membela anaknya ketika melakukan kesalahan di masa lalu, tanpa sadar telah menjerumuskan sang anak sampai terbiasa dan akhirnya berani melakukan kejahatan besar dan serius.

Dalam banyak kasus anak-anak yang di perlakukan khusus, seperti anak semata wayang, anak yang dari kecil sering sakit-sakitan, anak paling besar bertumbuh dalam proses kehidupan yang tidak seimbang dan mengkerdilkan potensi optimun yang dimilikinya. Dalam tahapan kehidupan selanjutnya cinta kasih orang tua telah merubah sang anak menjadi “monster” yang akan menjadi beban dan menyusahkan orang-orang di sekelilingnya. Ketika sang anak dan orang tua menyadarinya pun, merubahnya adalah sesuatu yang sangat sulit dan hampir mustahil (membutuhkan keajaiban).

Sulit membayangkan seorang anak berkembang menjadi pribadi yang kuat, berani dan dewasa tanpa melalui proses kebahagiaan dan penderitaan/kesulitan secara berimbang. Orang tua dalam kapasitasnya seharusnya menjadi tempat bertanya dan motivator, bukan berupaya mengaburkan sehingga seolah-olah hanya ada satu kutub yakni kebahagiaan.

Mendidik anak tanpa memberikan mereka kesempatan untuk membangun determinasi yang lahir dari seluk-beluk proses kehidupan hanya akan menyisakan ruang kosong/kehampaan yang selanjutnya akan menjadi masalah ketika dinamika menuntut “ruang” tersebut berisi. Mendidik Anak Membangun Keseimbangan

0 Response to "Mendidik Anak Membangun Keseimbangan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel